Ada unek2 di dalam pikiran Midun. Memang dirinya menjalani kisah cinta dengan Halimah dengan akhir yang bahagia, menikah dan mendapat seorang anak laki2 bernama Basri, dan juga kehidupan mereka berdua sudah sangat layak. Namun, Midun sedikitnya kesal juga, mengapa Tulis St. Sati ga pernah membiarkannya menikmati bumbu2 dari cerita percintaan mereka, sangat hambar.
Bab 12, Midun masih melarat penuh perjuangan hidup. Bab 13 tidak menceritakan dia sama sekali, sampai tiba2 di Bab 14, dengan singkatnya, Midun sukses, lalu mengirimkan "surat ngajakin kawin" sama Halimah, dan menikahlah mereka. Dari situ Midun berpikir,
"Rupanya Tulis St. Sati membuat sastra ini hanya ingin bikin saya menderita. Tiap saya menerima celaka atau penyiksaan, dijelaskannya secara detail bagaimana saya disiksa. Giliran saya dan Halimah, selalu di-skip, asal orang tau aja akhirnya gimana.. Aaaaahhh.. Mending saya tulis sendiri kisah saya kalau begitu, lebih enak dan bisa pake bahasa yang lebih dimengerti.. Hehehe."
Chapter 13,5. Bumbu-bumbu : merica
Sudah lama midun ga ketemu sama halimah. Selama itu midun selalu khawatir gara2 ancaman dari Syekh Abdullah yang berniat buat ngawinin kekasihnya itu, dan tampaknya kekhawatiran midun itu ga sepenuhnya salah. Dendang hati halimah mulai berubah bernada arab selama midun berkelana di tanah betawi. Peribahasa hati dan raga itu berbeda terbukti, hati seorang midun rupanya sangat rapuh hanya karena mengetahui hal itu. Kontras sekali dengan raganya yang terlihat kuat dan gagah itu.
Pikiran midun kacau banget, di otaknya berseliweran berbagai asumsi dan kotradiksi soal pemikirannya. Bagaimana mungkin seseorang yang dicintainya itu bisa lepas dari tangannya hanya karena adanya 10 kilometer jarak yang memisahkan keduanya. Midun pun akhirnya berpasrah, dan membuat kondisi dimana hanya pekerjaannyalah kasihnya saat ini.
Suatu waktu, Pak Tasodni sang pembawa surat mengantakan telegram ke kantor midun. Ternyata surat itu dari halimah, seseorang yang pernah singgah di hatinya...
Udo, seorang temanku berbuat jahat kepadaku. Dia tak membiarkanku keluar kamar barang sedikitpun, dia mengurungku. Sudikah kiranya dirimu membantuku keluar dari sini. Sekiranya jika udo sudi, maka datanglah sebelum hayam ngarampih ka kandang. Bawalah serta sepeda bersama udo, juga topi untukku karena temanku turut mengambil sepeda dan topi kesayanganku.
Salam..
.H.
Midun terheran2 disitu. Disamping heran karena ada istilah sunda di dalam novel berlatar padang ini, Midun heran juga kok halimah meminta tolong kepadanya untuk masalah itu, bukannya meminta tolong kepada Syekh Abdullah yang merupakan orang terdekatnya sekarang. Midun pun bimbang. Keadaan ga akan sama kayak dulu, sewaktu midun menolong halimah kabur dari rumah orang tionghoa di padang. Midun takut kalo nanti perasaan terkuatnya muncul lagi jika bertemu halimah dan itu sangatlah berat bagi midun.
Namun, bagaimana mungkin permintaan pertolongan dari seseorang ditolak oleh midun. Maka, lekas segera setelah itu, midun mengirimkan kabar telegram kepada halimah..
Imah, sekiranya engkau sudi menunggu hingga badai reda dahulu. Lekas aku akan segera mendatangimu dengan membawa benda2 yang adik minta. Nanti kanda kabari jikalau sudah sampai di tempat tujuan.
Salamku untuk adik..
Midun
Konon katanya di zaman sekarang ini, Pak Tasodni dapat mengirimkan kabar telegram bagaikan kilat. Maka seketika itu pula datang telegram balasan dari halimah yang mengatakan kalau dia sanggup buat nunggu samapai badai reda. Tadinya midun berhasrat buat nanyain kenapa halimah ga minta tolong sama Syekh Abdullah saja. Namun, diredakannyalah hasratnya itu mengingat sepertinya hal ini terlalu sensitif untuk ditanyakan kepadanya, saat ini.
Badaipun reda tak lama setelah adzan maghrib berkumandang. Sesuai janji midun, ia datang bersepeda ke tempat dimana halimah minta dia menunggunya. Tak sampai satu waktu menghisap satu batang rokok, halimah datang. Ia datang dengan sepedanya, topi kesayangannya pun menempel di kepalanya.
"adik, kenapa bisa disini? Baru saja aku hendak mengabarimu bahwa aku sudah disini. Bukannya dirimu dibelenggu di satu tempat sedangkan mustahil untuk keluar? Dan pula sepeda juga topimu? Engkau bilang bahwa kedua benda itu dibawa serta pula oleh temanmu yang jahat itu." tanya midun beruntun keheranan.
"tidak udo. Rupanya dia hanya mengerjaiku saja.''
''kenapa bisa begitu?'', midun lanjut bertanya.
''rupanya dia berbuat seperti itu hanya untuk mengejutkanku semata. Tidakkah udo ingat hari ini hari apa?''
Midun mengerutkan dahinya, ''hari apakah adik?''
''satu tiga, tiga satu'' ujar halimah.
mendengar perkataan itu, midun pun langsung ingat, inilah hari ulang tahunnya. Rupanya teman halimah sengaja ngerjain dia karena itu (hal ini udah jadi tradisi).
''karena perihal itu pula aku hendak mengajak udo untuk menemaniku mencari makanan sebelum aku pulang. Maukah udo?"
midun terdiam, berpikir apakah ini benar berjalan2 berdua dengan orang yang yang sudah "bercincin". Namun, keinginan midun membuatnya mengiyakan permintaan halimah itu, dan mereka pun pergi mencari makanan.
Halimah membawa midun ke sebuah kedai di dekat sekolah koki, tempat dimana seharusnya penuh kenangan disitu. Kemudian dipesannya satu panekuk ala sudanesche dengan taburan ayam diatasnya beserta satu gelas susu cokelat hangat. Midun memesan panekuk manis cokelat pisang dan segelas torajas latte untuk minumannya. Mereka berbincang sekian lamanya. Di tengah perbincangan, Midun teringat akan satu ganjalan dalam pikirannya,
"imah, mengapa dikau mengajak serta aku, bukannya Syekh Abdullah, seseorang yang mungkn kelak akan menjadi temanmu sehidup semati?"
Halimah menjawab, "aaahh tidak tau aku, udo. Soal itu jangan dipikirkan. Lebih baik kita berceritera perihal pekerjaan udo sampai2 menjadi orang yang dibutuhkan di negeri sini."
Terlihat oleh midun halimah menjawab pertanyaan itu dengan senyum, senyuman yang menyembunyikan sesuatu hal yang ga ingin diketahu oleh midun. Namun, rasa penasaran midun kemudian luluh juga oleh senyuman yang diberikan oleh halimah tersebut. Keduanya kembali berceritera mengenai perubahan yang terjadi selama mereka terpisah jauh, disertai dengan canda tawa sekali2.
Tak terasa 2 jam berlalu, sudah waktunya pulang. Kalo tidak maka ayah halimah akan khawatir terhadapnya. Halimah pun meneguk tetesan2 terakhir susu cokelatnya. Terlihat bibirnya basah setelah ia mengangkat bibirnya dari bibir gelas itu.
"aduhai, manis nian dirimu halimah. Pipimu yang merah dikala dirimu tersenyum, hampir saja membuatku didaya iblis. Aku sangatlah iri terhadap susu cokelat itu. Bibirku lah yang seharusnya membasahi bibirmu itu..''
setelah membayar apa yang mereka makan, mereka berdua lanjut pulang. Gemerlap cahaya kota menemani mereka bersepeda menuju rumah ayah halimah. Mengingat sudah larut, midun pun mengantar halimah ke rumahnya. Takut jikalau ada hal2 yang tidak diinginkan terjadi. Sesampainya di rumah, midun bertemu dengan ayah halimah dan mereka pun berbincang layaknya dua orang yang sudah lama tidak bertemu. Midun pun duduk menghilangkan lelah sebentar di beranda, ayah halimah pun mempersilahkannya untuk berbincang berdua disitu. Setelah berapa lama, midun bermaksud untuk pulang. Maka permisilah midun pada seisi rumah. Halimah mengantarkannya hingga pagar depan rumah. Midun pun lekas mengayuh sepeda bututnya itu. Tak lebih dari 30 hasta dari situ, midun melirikan pandangannya kebelakang, terlihat halimah sedang melambaikan tangan kepadanya.
"wanita itu, kelak jika dia memang untukku, akan kubuat semua wanita mengidamkan seperti dirinya." itulah janji dan perkataan seorang midun yang penuh akan makna.
Maaf Tulis St. Sati, saya membuat versi saya sendiri...hehehehehehe.
Ini sastra versi aslinya Mangga Diunduh...Tinggal KLIK disini..
Saturday, April 3, 2010
Tuesday, February 23, 2010
3 tempat dimana terdapat tanda kasih sayang gue...
Sekitar jam 7.49 pagi mata gue baru kebuka. Maklum lah, malem tadi seru banget liatin orang2 bakarin duit ratusan juta cuman buat bikin suara berisik, asep tebel, ama kedipan2 warna-warni di udara. Baru sadar juga pas jam 7.50 kalo hari ini hari imlek. Kirain gue tadi malem rame2 tuh gara2 ada sunatan anjingnya si engkoh bahkuy a.k.a. Babah kuya.. Hohoho. *garing..*
Semenit kemudian, suara cicitan anak ayam terdengar keluar dari hape gue yang kalo menurut prediksi gue itu berarti ada sms masuk dan itu terbukti benar! **ngomong kayak orang goblog..haha**
1 new message, from: (sebut saja) belgian chocolate.
"happy valentine..mana atu coklatnya?hehe.."
Lagi2 gue baru sadar ini tanggal 14 februari, HARI COKELAT SEDUNIA!!!
Wuasiiik.. Gue selalu menantikan tanggal ini karena gue amat sangat fanatik sekali ama olahan biji kakao itu. Saking cintanya, gue ga peduli biarpun cewenya matanya menggoda, senyumnya manis, ato bajunya kurang bahan,, pokoknya gue cuma nafsu ama toblerone yang dia sodorin ke gue. Favorit gue, coklat belgia, lo semua wajib tau itu! (biar kalo ngasih gue ga salah..hihiy). Dan karena itu juga gue nyebut sang pengirim sms tadi dengan sebutan yang sama.. ;)
Setelah seharian kantong gue penuh berjejal cokelat, singkat kata, gue sms dia,,
"fren, dapet coklat ga?"
Dia bales,
"engga..hiks."
Hati gue teriris perih menusuk jantung!! *lebay*
Dengan maksud baik memberikan sedikit kebahagiaan yang gue dapet hari ini (dan sedikiiiiiit maksud terselubung..hihiy), gue pengen ngasih coklat ama dia.
Emang kalo niat baik pasti ada aja jalan yang mendukung,, sepupu gue mau pergi ke Subang. Karena searah, sekalian aja numpang..gratisssssss.. Hehehe. Langsung aja gue tinggalin minuman coklat belgia yang dicampur sama kopi toraja kalosi (yang ini mantap abis sumpah!!) yang lagi gue minum. Cabuuutt menuju subang dengan sebatang cokelat di kantong.
Setelah "nganjang ka lembur dulur" di subang, gue balik. Malem hari, hujan, dengan motor yang ga bisa lari lebih dari gigi dua. Disinilah misi mulai dilancarkan. Sekalian balik, ntar mampir dulu ke tempat dia. Disini gue bener2 ngerasain sebuah anti-klimaks dari teori alpenliebe..hahahahahahahaha..
Tempatnya yang diujung dunia, dengan ktinggian 1300 mdpl, tanjakan-turunan, hujan2an, pokoknya yang ga enak2 lahh.. Namun, selama roda si jagur masih bisa berputar (walopun cuma gigi satu, ngeteyep pula) akan kuarungi semua itu.. *halllllaaaaaahhhhhhhh**
kurang lebih jam 9 malem kita nyampe di tempat tujuan. Karena sebelumnya gue ga ngasi tau belgian chocolate kalo gue mau dateng, gue buru2 sms dia..
"fren, mau cokelat ga? Kalo mau ditunggu di depan jalan yang kemaren sekarang juga!"
semenit, dua menit, lima menit ga nongol2 juga dia. Berhubung gue jadi pengen boker gara2 kedinginan sedangkan ga ada wc umum deket situ, gue buru2 mastiin aja lewat telepon..
Gue : hai, gimana? Mau ga? Dingin banget nih disini.. Buruan!
Belgian Chocolate : ha? Hmmm.. Uuuhh. Apaan? **bayangin sendiri nadanya kayak nada kebingungan
G : ini cokelat. Mau ga? Barusan ga baca smsnya emang?
BC : hmmm. Oohhh bntar ya.. **bayangin nada yang baru "ngeh" dan tampak seperti belum baca smsnya.
Telepon ditutup.
Semenit, dua menit, lima menit berlalu dan dia masih belum nongol juga. Pas banget saat gue merogoh hape dari saku, anak ayam bercicit..
"aduh sori bgt ya. Skrg ad pcr ak eng"
Si andri pernah telunjuknya masuk ke dalem gear yang lagi muter di dalem mesin yamaha mio.
Si ithong pernah jatoh dari sepeda yang lagi melaju keceng dan kelempar berpuluh2 meter sampe ga sadarin diri.
Si qudill pernah matanya kesemprot bensin pas mau nyedot dari tangki motornya.
Kalo lo mau tau, dari dada sampe kerongkongan gue rasanya jauh lebih perih daripada yang dirasain ketiga orang tadi.
"pangpangna mah" gue gatau kalo belgian chocolate ternyata sudah punya (sebut saja) toraja kalosi coffee.
Gue pun pulang dengan tangan yang tidak hampa. Coklat gue masih berada di kantong. Salah satu hal yang gue pelajari, cokelat bisa bikin sakit perut. Gara2 (mau ngasihin) cokelat (ke tempat yang dingin, ujan2an pula) gue sakit perut karena kedinginan dan masuk angin..hahaha.
Turun gunung, dan gue masuk ke daerah yang lebih hangat di perbatasan. Gue pun merogoh kantong, mengambil batangan berlapis alumunium foil dan dibungkus kertas itu, dan gue buang kertasnya di jalan. Gue sobek alumunium foilnya, potong dua bagian cokelatnya, satu sodorin ama sepupu gue yang lagi nyetir sambil bilang,, "cokelat nih bro!". Kita berdua pun dengan lahap menikmati manisnya milk chocolate with fruits and nuts tersebut.
Pukul 22.01 gue nyampe di rumah. Ganti baju dan langsung menerlantangkan badan di kasur. Gue melirik ke arah kanan dan cangkir bermotif bunga2 emas di sebelah televisi itu mengalihkan fokus gue dari benda sekitarnya. Gue baru inget, itu setengah cangkir minuman buatan tangan yang paling gue suka, kopi toraja kalosi dengan cokelat belgia cair. Gue pun meraih gelas itu, terduduk sambil melihat ke dalam gelas kalo2 ada semut yang masuk. Setelah gue pastiin bersih, setengah gelas air berwarna gelap itu pun langsung mengalir menuju lambung. Gue tersenyum, rasanya masih enak, minuman cokelat yang membuat bahagia.. Kopi toraja kalosi dan cokelat belgia, paduan sempurna, favorit gue. Itulah kenapa gue manggil dua orang tadi begitu.. :)
Jadi, intinya dimana aja tuh 3 tempat??
Jawabannya : tiga tempat dimana terdapat bukti tanda cinta gue :
# jalan perbatasan
# septic tank rumah gue
# 20 meter dari septic tank rumah gue (septic tank umah sepupu gue)
hwehwe
Semenit kemudian, suara cicitan anak ayam terdengar keluar dari hape gue yang kalo menurut prediksi gue itu berarti ada sms masuk dan itu terbukti benar! **ngomong kayak orang goblog..haha**
1 new message, from: (sebut saja) belgian chocolate.
"happy valentine..mana atu coklatnya?hehe.."
Lagi2 gue baru sadar ini tanggal 14 februari, HARI COKELAT SEDUNIA!!!
Wuasiiik.. Gue selalu menantikan tanggal ini karena gue amat sangat fanatik sekali ama olahan biji kakao itu. Saking cintanya, gue ga peduli biarpun cewenya matanya menggoda, senyumnya manis, ato bajunya kurang bahan,, pokoknya gue cuma nafsu ama toblerone yang dia sodorin ke gue. Favorit gue, coklat belgia, lo semua wajib tau itu! (biar kalo ngasih gue ga salah..hihiy). Dan karena itu juga gue nyebut sang pengirim sms tadi dengan sebutan yang sama.. ;)
Setelah seharian kantong gue penuh berjejal cokelat, singkat kata, gue sms dia,,
"fren, dapet coklat ga?"
Dia bales,
"engga..hiks."
Hati gue teriris perih menusuk jantung!! *lebay*
Dengan maksud baik memberikan sedikit kebahagiaan yang gue dapet hari ini (dan sedikiiiiiit maksud terselubung..hihiy), gue pengen ngasih coklat ama dia.
Emang kalo niat baik pasti ada aja jalan yang mendukung,, sepupu gue mau pergi ke Subang. Karena searah, sekalian aja numpang..gratisssssss.. Hehehe. Langsung aja gue tinggalin minuman coklat belgia yang dicampur sama kopi toraja kalosi (yang ini mantap abis sumpah!!) yang lagi gue minum. Cabuuutt menuju subang dengan sebatang cokelat di kantong.
Setelah "nganjang ka lembur dulur" di subang, gue balik. Malem hari, hujan, dengan motor yang ga bisa lari lebih dari gigi dua. Disinilah misi mulai dilancarkan. Sekalian balik, ntar mampir dulu ke tempat dia. Disini gue bener2 ngerasain sebuah anti-klimaks dari teori alpenliebe..hahahahahahahaha..
Tempatnya yang diujung dunia, dengan ktinggian 1300 mdpl, tanjakan-turunan, hujan2an, pokoknya yang ga enak2 lahh.. Namun, selama roda si jagur masih bisa berputar (walopun cuma gigi satu, ngeteyep pula) akan kuarungi semua itu.. *halllllaaaaaahhhhhhhh**
kurang lebih jam 9 malem kita nyampe di tempat tujuan. Karena sebelumnya gue ga ngasi tau belgian chocolate kalo gue mau dateng, gue buru2 sms dia..
"fren, mau cokelat ga? Kalo mau ditunggu di depan jalan yang kemaren sekarang juga!"
semenit, dua menit, lima menit ga nongol2 juga dia. Berhubung gue jadi pengen boker gara2 kedinginan sedangkan ga ada wc umum deket situ, gue buru2 mastiin aja lewat telepon..
Gue : hai, gimana? Mau ga? Dingin banget nih disini.. Buruan!
Belgian Chocolate : ha? Hmmm.. Uuuhh. Apaan? **bayangin sendiri nadanya kayak nada kebingungan
G : ini cokelat. Mau ga? Barusan ga baca smsnya emang?
BC : hmmm. Oohhh bntar ya.. **bayangin nada yang baru "ngeh" dan tampak seperti belum baca smsnya.
Telepon ditutup.
Semenit, dua menit, lima menit berlalu dan dia masih belum nongol juga. Pas banget saat gue merogoh hape dari saku, anak ayam bercicit..
"aduh sori bgt ya. Skrg ad pcr ak eng"
Si andri pernah telunjuknya masuk ke dalem gear yang lagi muter di dalem mesin yamaha mio.
Si ithong pernah jatoh dari sepeda yang lagi melaju keceng dan kelempar berpuluh2 meter sampe ga sadarin diri.
Si qudill pernah matanya kesemprot bensin pas mau nyedot dari tangki motornya.
Kalo lo mau tau, dari dada sampe kerongkongan gue rasanya jauh lebih perih daripada yang dirasain ketiga orang tadi.
"pangpangna mah" gue gatau kalo belgian chocolate ternyata sudah punya (sebut saja) toraja kalosi coffee.
Gue pun pulang dengan tangan yang tidak hampa. Coklat gue masih berada di kantong. Salah satu hal yang gue pelajari, cokelat bisa bikin sakit perut. Gara2 (mau ngasihin) cokelat (ke tempat yang dingin, ujan2an pula) gue sakit perut karena kedinginan dan masuk angin..hahaha.
Turun gunung, dan gue masuk ke daerah yang lebih hangat di perbatasan. Gue pun merogoh kantong, mengambil batangan berlapis alumunium foil dan dibungkus kertas itu, dan gue buang kertasnya di jalan. Gue sobek alumunium foilnya, potong dua bagian cokelatnya, satu sodorin ama sepupu gue yang lagi nyetir sambil bilang,, "cokelat nih bro!". Kita berdua pun dengan lahap menikmati manisnya milk chocolate with fruits and nuts tersebut.
Pukul 22.01 gue nyampe di rumah. Ganti baju dan langsung menerlantangkan badan di kasur. Gue melirik ke arah kanan dan cangkir bermotif bunga2 emas di sebelah televisi itu mengalihkan fokus gue dari benda sekitarnya. Gue baru inget, itu setengah cangkir minuman buatan tangan yang paling gue suka, kopi toraja kalosi dengan cokelat belgia cair. Gue pun meraih gelas itu, terduduk sambil melihat ke dalam gelas kalo2 ada semut yang masuk. Setelah gue pastiin bersih, setengah gelas air berwarna gelap itu pun langsung mengalir menuju lambung. Gue tersenyum, rasanya masih enak, minuman cokelat yang membuat bahagia.. Kopi toraja kalosi dan cokelat belgia, paduan sempurna, favorit gue. Itulah kenapa gue manggil dua orang tadi begitu.. :)
Jadi, intinya dimana aja tuh 3 tempat??
Jawabannya : tiga tempat dimana terdapat bukti tanda cinta gue :
# jalan perbatasan
# septic tank rumah gue
# 20 meter dari septic tank rumah gue (septic tank umah sepupu gue)
hwehwe
Tuesday, January 5, 2010
ka e en a pe a tandatanya
waktu itu kelas 5 SD. Temen gw yang paling deket waktu itu mau pindah, balik lagi ke kampung halamannya di Banda Aceh. Sore hari saat hari terakhir itu, gw liat dia lagi duduk di warung Ibu Iwan, makan jajanan kerupuk berbetuk bulat-bulat cincin warna-warni. Normalnya, gw nyamperin dia. Atau setidaknya nyapa dengan berteriak dari jarak jauh..
"Hoi pon, keur naon?"
Sore itu gw yang seharusnya berjalan lurus menuju warung Ibu Iwan, membelokkan kaki dan sepeda yang gw bawa ke kanan, masuk gang menuju rumah. Gw liat seorang Teuku Muhammad Huzairin, sahabat kecil terbaik gw, menghadap ke arah utara, membelakangi gw. Rambut lurusnya yang agak pirang dengan baju hijau bertuliskan "UCLA" tertiup angin. Kaki gw terus melangkah masuk ke gang lebih dalam, sampai satu pohon pisang berada tepat di garis tengah antara gw dan Pon Rin, bikin pandangan gw tertutup dan akhirnya gw mengalihkan pandangan ke jalan di depan. Gw dingin, gw biasa saja. Sampai akhirnya esok hari pas gw masuk kelas, ga ada tas mickey mouse biru lagi di bangku sebelah gw yang biasanya udah ada duluan sebelum gw masuk.
Jam istirahat hari itu, gw termenung sendiri. Sambil mandangin tong sampah, gw waktu itu mikir,, Pon Rin ga akan mungkin balik lagi ke sini. Semenjak itulah gw jadi anak pendiem sampe sekarang.
===
SMP kelas 1. Umur gw 11 tahun waktu itu, dan gw pertama kali ngerasain betapa indahnya (ato tepatnya : perasaan bahagia) suka sama lawan jenis. Berawal saat pelajaran matematika dan gw lupa bawa penggaris, gw minjem penggaris sama cewe yang duduk di depan bangku gw. Sekalian kenalan sesama murid baru, disitu gw baru tau namanya Ima Permasih, jebolan dari SD Sukahurip. Awalnya gw ga terlalu merhatiin wajahnya. Mata gw tertuju cuma ama penggaris yang dia sodorin ke gw dan diapun ga ngalihin perhatiannya dari Bu Euis yang sedang menerangkan pelajaran di depan kelas.
Pulang sekolah, gw nunjuk ancot di pinggir jalan depan sekolah. Gw masuk ancot kalapa-ledeng, dan ada seorang lagi mengekor masuk ancot yang gw berhentiin itu. Gw duduk di bangku kanan, orang itu di bangku kiri, tepat di depan gw. Saat duduk dan berbalik, kita saling berpandangan. Perasaan gw biasa aja. Beberapa milidetik kemudian bibirnya mulai melebar. Dia tersenyum sambil berkata menanyakan pekerjaan matematika tadi di kelas..
"Rizky, udah?"
Dan beberapa milidetik lagi sesudahnya, phenylethylamin mengguyur seluruh jaringan tubuh, bikin gw merasa senang, malu, dan hangat kala itu. Selanjutnya, perasaan gw selalu seperti itu saat gw lihat dia dengan pipi merah dan mata coklat mudanya itu tersenyum ama gw atau muncul di mimpi gw. Dan hal itu terus beranjut selama 2 tahun.
Tahun 2003 gw naik kelas 3 SMP dan kondisi masih tetap "one way love". Gw yang hanya bisa menunjukan kalo gw suka, dan ga berani mengutarakannya, tersulut keberaniannya saat Rian Suhe, yang selama di kelas 1 selalu bilang "adeuuuhh..adeuuuhh" jika gw lagi ngomong sama Ima, kembali sekelas dan kembali selalu manas-manasin gw buat nembak Ima yang udah ga sekelas lagi ama gw.
Suatu siang saat pulang sekolah, Suhe bilang ama gw,
"Pac, ditunggu Ima di Jembatan enhaii."
Gw jujur heran, ada apakah gerangan Ima nungguin gw disitu. Kaki gw pun gw bawa pergi dari kelas buat menuju Jembatan enhaii. Belum sampai gw keluar gerbang sekolah, tampaklah Ima sedang berdiri di pinggir lapangan. Gw nyamperin dia, dia pun berjalan ke arah gw sambil bilang,
"ki, mau ngapain ngajak ke Jembatan enhaii?"
Disitu gw dapat memprediksi bahwa Suhe sebelumnya ngomong gini sama ima,
"Im, ditunggu Rizky di Jembatan Enhaii"
Kala itu, orang-orang serentak meneriakan kata-kata "cieeeee.." dan itu bikin gw gelisah bercampur tegang. Kalo boleh jujur, itulah kesempatan terbaik buat membak Ima dan gw ga lakuin itu pada akhirnya. Gw akhirnya melangkahkan kaki buat pulang setelah sebelumnya gw berkata sama ima,
"ntar malem aku telepon"
Malamnya, gw meneken kombinasi dari nomor-nomor 0, 2, 5, 7 di telepon wartel barokah dan terdengarlah suara halus dari gagang telepon yang gw tempelin di telinga memulai percakapan singkat.
Ima : halo, mau bicara dengan siapa?
gw : im, ini rizky.
Ima : oiya ki, ada apa tadi siang nyuruh nunggu telepon.
gw : gini im, kamu tau kan kalo kita digosipin saling sama suka.
Ima : iya, terus?
gw : gini, Suhe minta aku buat nembak dan jadian sama kamu. Tapi jujur aja, kalo pacaran aku emang belum saatnya.
Ima : terus gimana?
gw : mau ga kita pura-pura pacaran aja. Plis im, aku ga mau ngecewain Suhe, sahabat baik aku.. (ada jeda sebentar). pliiiss tolong ya im..
Ima : hmmm. iya deh. aku tolongin.
gw : beneran?
Ima : iya, mulai besok kita bisa jalan bareng kemana-mana.
gw : tapi cuman boongan kan?
Ima : iya.
gw : asiikk. makasi ya im.
Ima : iya.
gw : udah dulu ya im. sampe ketemu besok di sekolah.
Ima : iya. dahh.
gw : dadah.
Mungkin pikiran lo sama dengan pikiran gw setelah baca percakapan itu, BODOH, ga ada kata lain.. Akhirnya semua percaya kalo kita emang jadian. Hari, minggu, bulan.. Gw jalan dengan Ima hanya di tempat dimana temen-temen kita melihat kita. Dan lo boleh tahu perasaan gw selama itu,, HAMPA, DINGIN, TAK BERDOSA. Sampai suatu hari, di malam hari, tante gw manggil gw berteriak,
"A kikiiiii. aya telepooonn.."
gw angkat gagang dan perlahan suara halus mulai berbicara,
Ima : ki, boongannya udahan ya. Pacar aku marah uy.
gw : pacar? kamu punya pacar? siapa?
Ima : ada lah. ntar dikasi tau. pokonya udahan ya.
gw : hoo. ok. makasi yaa.
Ima : iya. dadah. (langsung menutup telepon)
dengan muka datar, gw jalan menuju kamar mandi. Gw nyalain keran air dan spontan gw berteriak, "aaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrhhhhhhhhhhhhh"
dalam hati gw berteriak,
"bodoooooohhhh. Kenapa bisa selama ini gw selalu merasa aman bahwa Ima sudah menjadi milik gw????"
Besoknya, dengan muka ceria seperti biasanya gw jalan ke aula sekolah buat nonton bulu tangkis. Kebetulan sekali gw ketemu Ima dan menagih jawaban dari pertanyaan yang gw tanyain semalam di telepon. Ima pun terlihat mengetikan sesuatu di handphone miliknya dan kemudian dia menunjukkan sebuah tulisan di handphone nya itu...
...FADHIL
===
Jika diibaratkan karakter seorang Midun adalah sebuah novel, maka penggoresan tinta untuk menuliskan tiap kata-kata dalam novel itu banyak dilakukan pada saat gw SMP.
Caturwulan 1 kelas 1, gw menjadi artis dan populer mendadak gara-gara nilai ulangan umum matemetika gw 9,8. Sedikit banyak, hal itu ngaruh banget bikin gw selalu berusaha pengen pertahanin apa yang telah gw dapet.
Semester 1 kelas 2, suatu siang sepulang sekolah Reza Ubi ngajak gw pulang bareng jalan kaki. Di tengah jalan, Ubi nyimpang ke warung, dan keluar dengan membawa 3 batang rokok. Pas banget, satu buat gw, satu Ubi, satau Anjar. Di kampus UPI, kita "ngaralepus" bareng. Sampe sekarang, gw ga bisa sepenuhnya lepas dari "kanker dalam stik" itu.
Semester 2 kelas 2, pelajaran bahasa inggris. Tiap orang dikasi tugas bikin kelompok bebas, terus tampil di depan kelas nyanyiin lagu berbahasa inggris. gw belum bisa maen gitar disitu, walopun gw sebenarnya udah punya keinginan dari jauh hari buat belajar gitar. Alhasil, gw cuman nyanyi lagu "this old man, he played one, lalalalalalalala..." tanpa alat musik apapun. Ditertawakanlah gw sama semua orang, dan sang guru tercinta pun terlihat mengerutkan dahinya saat gw nyanyi. Pemalu, itulah diri saya
...semenjak itu.
===
kenapa ga gw samperin Pon Rin sore itu dan lebih mentingin maen sepeda baru??
kenapa ga gw bawa ke jembatan enhaii aja??
kenapa gw tertekan gara-gara dapet nilai bagus??
kenapa ga naek angkot aja waktu itu??
kenapa ga belajar gitar lebih awal??
dan masih ada beribu-ribu kenapa...
itu semua pertanyaan-pertanyaan penyesalan dari apa yang sebenarnya terjadi sedangkan sebenarnya gw bisa menentukan hal yang lain selain itu.
sampai sekarang gw selalu berharap gw bisa kembali ke masa lalu, kembali menjadi lebih muda, namun dengan pengetahuan yang gw milikin sekarang. Dengan begitu gw tahu jalan yang harus diambil supaya penyesalan itu tidak terbentuk lagi dan hidup gw bisa lebih baik.
yahhh. mimpi hanya mimpi. Mungkin semua jalan ini sudah tersurat dalam takdir gw, seseorang dengan nama Rizky Rachman..
"Hoi pon, keur naon?"
Sore itu gw yang seharusnya berjalan lurus menuju warung Ibu Iwan, membelokkan kaki dan sepeda yang gw bawa ke kanan, masuk gang menuju rumah. Gw liat seorang Teuku Muhammad Huzairin, sahabat kecil terbaik gw, menghadap ke arah utara, membelakangi gw. Rambut lurusnya yang agak pirang dengan baju hijau bertuliskan "UCLA" tertiup angin. Kaki gw terus melangkah masuk ke gang lebih dalam, sampai satu pohon pisang berada tepat di garis tengah antara gw dan Pon Rin, bikin pandangan gw tertutup dan akhirnya gw mengalihkan pandangan ke jalan di depan. Gw dingin, gw biasa saja. Sampai akhirnya esok hari pas gw masuk kelas, ga ada tas mickey mouse biru lagi di bangku sebelah gw yang biasanya udah ada duluan sebelum gw masuk.
Jam istirahat hari itu, gw termenung sendiri. Sambil mandangin tong sampah, gw waktu itu mikir,, Pon Rin ga akan mungkin balik lagi ke sini. Semenjak itulah gw jadi anak pendiem sampe sekarang.
===
SMP kelas 1. Umur gw 11 tahun waktu itu, dan gw pertama kali ngerasain betapa indahnya (ato tepatnya : perasaan bahagia) suka sama lawan jenis. Berawal saat pelajaran matematika dan gw lupa bawa penggaris, gw minjem penggaris sama cewe yang duduk di depan bangku gw. Sekalian kenalan sesama murid baru, disitu gw baru tau namanya Ima Permasih, jebolan dari SD Sukahurip. Awalnya gw ga terlalu merhatiin wajahnya. Mata gw tertuju cuma ama penggaris yang dia sodorin ke gw dan diapun ga ngalihin perhatiannya dari Bu Euis yang sedang menerangkan pelajaran di depan kelas.
Pulang sekolah, gw nunjuk ancot di pinggir jalan depan sekolah. Gw masuk ancot kalapa-ledeng, dan ada seorang lagi mengekor masuk ancot yang gw berhentiin itu. Gw duduk di bangku kanan, orang itu di bangku kiri, tepat di depan gw. Saat duduk dan berbalik, kita saling berpandangan. Perasaan gw biasa aja. Beberapa milidetik kemudian bibirnya mulai melebar. Dia tersenyum sambil berkata menanyakan pekerjaan matematika tadi di kelas..
"Rizky, udah?"
Dan beberapa milidetik lagi sesudahnya, phenylethylamin mengguyur seluruh jaringan tubuh, bikin gw merasa senang, malu, dan hangat kala itu. Selanjutnya, perasaan gw selalu seperti itu saat gw lihat dia dengan pipi merah dan mata coklat mudanya itu tersenyum ama gw atau muncul di mimpi gw. Dan hal itu terus beranjut selama 2 tahun.
Tahun 2003 gw naik kelas 3 SMP dan kondisi masih tetap "one way love". Gw yang hanya bisa menunjukan kalo gw suka, dan ga berani mengutarakannya, tersulut keberaniannya saat Rian Suhe, yang selama di kelas 1 selalu bilang "adeuuuhh..adeuuuhh" jika gw lagi ngomong sama Ima, kembali sekelas dan kembali selalu manas-manasin gw buat nembak Ima yang udah ga sekelas lagi ama gw.
Suatu siang saat pulang sekolah, Suhe bilang ama gw,
"Pac, ditunggu Ima di Jembatan enhaii."
Gw jujur heran, ada apakah gerangan Ima nungguin gw disitu. Kaki gw pun gw bawa pergi dari kelas buat menuju Jembatan enhaii. Belum sampai gw keluar gerbang sekolah, tampaklah Ima sedang berdiri di pinggir lapangan. Gw nyamperin dia, dia pun berjalan ke arah gw sambil bilang,
"ki, mau ngapain ngajak ke Jembatan enhaii?"
Disitu gw dapat memprediksi bahwa Suhe sebelumnya ngomong gini sama ima,
"Im, ditunggu Rizky di Jembatan Enhaii"
Kala itu, orang-orang serentak meneriakan kata-kata "cieeeee.." dan itu bikin gw gelisah bercampur tegang. Kalo boleh jujur, itulah kesempatan terbaik buat membak Ima dan gw ga lakuin itu pada akhirnya. Gw akhirnya melangkahkan kaki buat pulang setelah sebelumnya gw berkata sama ima,
"ntar malem aku telepon"
Malamnya, gw meneken kombinasi dari nomor-nomor 0, 2, 5, 7 di telepon wartel barokah dan terdengarlah suara halus dari gagang telepon yang gw tempelin di telinga memulai percakapan singkat.
Ima : halo, mau bicara dengan siapa?
gw : im, ini rizky.
Ima : oiya ki, ada apa tadi siang nyuruh nunggu telepon.
gw : gini im, kamu tau kan kalo kita digosipin saling sama suka.
Ima : iya, terus?
gw : gini, Suhe minta aku buat nembak dan jadian sama kamu. Tapi jujur aja, kalo pacaran aku emang belum saatnya.
Ima : terus gimana?
gw : mau ga kita pura-pura pacaran aja. Plis im, aku ga mau ngecewain Suhe, sahabat baik aku.. (ada jeda sebentar). pliiiss tolong ya im..
Ima : hmmm. iya deh. aku tolongin.
gw : beneran?
Ima : iya, mulai besok kita bisa jalan bareng kemana-mana.
gw : tapi cuman boongan kan?
Ima : iya.
gw : asiikk. makasi ya im.
Ima : iya.
gw : udah dulu ya im. sampe ketemu besok di sekolah.
Ima : iya. dahh.
gw : dadah.
Mungkin pikiran lo sama dengan pikiran gw setelah baca percakapan itu, BODOH, ga ada kata lain.. Akhirnya semua percaya kalo kita emang jadian. Hari, minggu, bulan.. Gw jalan dengan Ima hanya di tempat dimana temen-temen kita melihat kita. Dan lo boleh tahu perasaan gw selama itu,, HAMPA, DINGIN, TAK BERDOSA. Sampai suatu hari, di malam hari, tante gw manggil gw berteriak,
"A kikiiiii. aya telepooonn.."
gw angkat gagang dan perlahan suara halus mulai berbicara,
Ima : ki, boongannya udahan ya. Pacar aku marah uy.
gw : pacar? kamu punya pacar? siapa?
Ima : ada lah. ntar dikasi tau. pokonya udahan ya.
gw : hoo. ok. makasi yaa.
Ima : iya. dadah. (langsung menutup telepon)
dengan muka datar, gw jalan menuju kamar mandi. Gw nyalain keran air dan spontan gw berteriak, "aaaaaaaaaaaaaaaaarrrrrrrhhhhhhhhhhhhh"
dalam hati gw berteriak,
"bodoooooohhhh. Kenapa bisa selama ini gw selalu merasa aman bahwa Ima sudah menjadi milik gw????"
Besoknya, dengan muka ceria seperti biasanya gw jalan ke aula sekolah buat nonton bulu tangkis. Kebetulan sekali gw ketemu Ima dan menagih jawaban dari pertanyaan yang gw tanyain semalam di telepon. Ima pun terlihat mengetikan sesuatu di handphone miliknya dan kemudian dia menunjukkan sebuah tulisan di handphone nya itu...
...FADHIL
===
Jika diibaratkan karakter seorang Midun adalah sebuah novel, maka penggoresan tinta untuk menuliskan tiap kata-kata dalam novel itu banyak dilakukan pada saat gw SMP.
Caturwulan 1 kelas 1, gw menjadi artis dan populer mendadak gara-gara nilai ulangan umum matemetika gw 9,8. Sedikit banyak, hal itu ngaruh banget bikin gw selalu berusaha pengen pertahanin apa yang telah gw dapet.
Semester 1 kelas 2, suatu siang sepulang sekolah Reza Ubi ngajak gw pulang bareng jalan kaki. Di tengah jalan, Ubi nyimpang ke warung, dan keluar dengan membawa 3 batang rokok. Pas banget, satu buat gw, satu Ubi, satau Anjar. Di kampus UPI, kita "ngaralepus" bareng. Sampe sekarang, gw ga bisa sepenuhnya lepas dari "kanker dalam stik" itu.
Semester 2 kelas 2, pelajaran bahasa inggris. Tiap orang dikasi tugas bikin kelompok bebas, terus tampil di depan kelas nyanyiin lagu berbahasa inggris. gw belum bisa maen gitar disitu, walopun gw sebenarnya udah punya keinginan dari jauh hari buat belajar gitar. Alhasil, gw cuman nyanyi lagu "this old man, he played one, lalalalalalalala..." tanpa alat musik apapun. Ditertawakanlah gw sama semua orang, dan sang guru tercinta pun terlihat mengerutkan dahinya saat gw nyanyi. Pemalu, itulah diri saya
...semenjak itu.
===
kenapa ga gw samperin Pon Rin sore itu dan lebih mentingin maen sepeda baru??
kenapa ga gw bawa ke jembatan enhaii aja??
kenapa gw tertekan gara-gara dapet nilai bagus??
kenapa ga naek angkot aja waktu itu??
kenapa ga belajar gitar lebih awal??
dan masih ada beribu-ribu kenapa...
itu semua pertanyaan-pertanyaan penyesalan dari apa yang sebenarnya terjadi sedangkan sebenarnya gw bisa menentukan hal yang lain selain itu.
sampai sekarang gw selalu berharap gw bisa kembali ke masa lalu, kembali menjadi lebih muda, namun dengan pengetahuan yang gw milikin sekarang. Dengan begitu gw tahu jalan yang harus diambil supaya penyesalan itu tidak terbentuk lagi dan hidup gw bisa lebih baik.
yahhh. mimpi hanya mimpi. Mungkin semua jalan ini sudah tersurat dalam takdir gw, seseorang dengan nama Rizky Rachman..
Labels:
cerita,
cinta,
kehidupan,
mimpi,
penyesalan,
persahabatan
Subscribe to:
Posts (Atom)